Minggu, 16 Desember 2012

Tugas B.Indonesia



PERDAGANGAN ATAU JUAL BELI DALAM ISLAM
Diajukan untuk MemenuhiTugas Mandiri
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen : Indrya Mulyaningsih M,Pd




AZMY HUNAINA
NIM. 14121110040

Pai D/ Tarbiyah/ Semester 1



FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2012 M/1434 H


PENDAHULUAN
                                             
A.    Latar Belakang
Dalam agama Islam muamalah merupakan bagian yang mengatur tentang hubungan antara sesama manusia (hablu minannas). Hukum asal dalam bermuamalah adalah “segala sesuatu diperbolehkan, kecuali yang dilarang dalam Al-Qur’an dan Sunnah”. Sehingga banyak sekali bidang yang tercakup dalam muamalah.


 ماَ أَحَلَّ اللهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ، فَاقْبَلُوْا مِنَ اللهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللهَ لمَ ْيَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا. (رواه الحاكم)

Artinya: "Apa-apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya (al-Qur'an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/tidak dijelaskan hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apapun". (HR. al-Hakim)

Praktik yang paling nyata terkait dengan ini adalah kegiatan jual beli atau bisnis. Bisnis, meskipun bertujuan untuk mendapat keuntungan akan tetapi harus tetap melalui cara-cara yang sesuai dengan syariah dan berorientasi untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dasar dari jual beli adalah firman Allah  surat al-baqoroh ayat 275


وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
  "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

Dari dalil diatas maka  diperlukan identifikasi mengenai hal-hal apa saja yang dilarang, agar selanjutnya dapat dihindari. Dimungkinkan juga dilakukan penambahan, penciptaan, pengembangan namun harus melalui ijtihad berdasarkan aturan syariah.

 Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :

“....mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Al-Baqarah : 275)
Perdagangan adalah jual beli dengan tujuan untuk mencari keuntungan (laba). Jual beli barang merupakan transaksi paling kuat dalam dunia perniagaan (bisnis), bahkan secara umum adalah bagian terpenting dalam aktivitas usaha. Jika asal jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya diantara bentuk jual beli ada pula yang diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya usaha jual beli tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari kegiatan itu, sehingga betul-betul mengerti persoalan.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah jual beli. Untuk pembahasan selengkapnya akan diuraikan pada bab selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian jual beli ?
2.      Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
3.      Apa syarat-syarat sah ijab kabul dalam jual beli ?
4.      Apa macam-macam jual beli ?
5.      Bagaimana Khiar dalam jual beli ?
6.      Bagaimana beraselisihdalam jual beli ?
7.      Apa yang dimaksud dengan Badan Perantara ?
8.      Apa yang dimaksud lelang ?

C.    Tujuan
Dengan adanya pembahasan ini kita dapat mengetahui bagaimana jual beli yang baik dan benar menurut islam.Adanya penjual dan pembeli menjadikan kita saling berinteraksi sosial. Kita dapat mempraktikan jual beli yang tidak pada riba.

PEMBAHASAN
A.    Landasan Teori

1.      Menurut Sahrani(2011:65) secara istilah, yang maksud dengan jual beli adalah sebagai berikut.
a.    Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
b.    “Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara.”
c.    “Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola(tasharruf) dengan ijab dan kabul dengan cara yang sesuai dengan syarat.”
d.   “Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus(dibolehkan).”
e.    “Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.”
f.     “Akad yang tegas atas dasar penukaran harta dengan harta maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.”
2.      Menurut Jumhur dalam Hasan(2004:67) rukun jual beli itu ada 4 yaitu:
a.    Orang yang berakad (penjual dan pembeli).
b.    Sighat(lafaz ijab dan kabul).
c.    Ada barang yang di beli.
d.   Ada nilai tukar pengganti barang.
3.      Menurut sebagian ulama dalam Azzam(2010:25) mendefinisikan jual beli secara syar’i sebagai akad yang mengandung sifat menukar satu harta dengan harta yang lain dengan cara khusus.
4.      Berkaitan dengan persoalan halal dan haram, Yusuf al-Qardlawi(1997:43), membuat rumusan etika perdagangan dalam Islam yang meliputi :
a.       Pada dasarnya diperbolehkannya segalaa sesuatu.
b.      Untuk membuat sah dan untuk melarang adalah hak Allah semata.
c.       Melarang yang halal dan memperbolehkan yang haram sama dengan perbuatan syirik.
d.      Larangan atas segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
e.       Apa yang halal adalah yang diperbolehkan, yang haram adalah yang dilarang.
f.       Menganggap yang haram sebagai halal adalah dilarang.
g.      Niat yang baik tudak membuat sesuatu yang haram bisa diterima.
h.      Hal-hal yang meragukan sebaiknya di hindari.
i.        Yang haram terlarang bag siapapun.
j.        Keharusan menentukan adanya pengecualian.
5.      Jual beli adalah prinsip saling menukar harta secara tetap diantara kedua belah pihak dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang dibenarkan syara’Hasan Ridwan( 2004:17).
6.      Menurut Az-Zarqa dalam Syakir Sula(2004:39) menyatakan bahwa dalam pandangan syara’, suatu akad merupakan ikatan secara hukum yanng dilakukan oleh dua orang atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri.
Misal:Akad jual beli, jika pernyataan untuk melakukan jual-beli datangnya dari pnjual, maka penjual disebut mujib sedangkan pembeli disebut dengan qabil.Pernyataan ijab tidak selalu datang dari pembeli, melainkan boleh juga dari penjual.
7.      Menurut Sumitro (1997:82) ,sistem jual beli dan marjin keuntungan merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana pihak bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkut nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian-pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditrambah keuntungan. Jasa-jasa yang berdasarkan konsep dasar ini adalah mudharabahdan al-bai’ubithaman ajil.
8.      Menurut Wirdyaningsih(2006:16),dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an yakni QS.Al-Baqarah(2):275 dan surat An-Nisa(4):29.
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ  

“Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang atau jasa.
9.      Menurut Setiawan(2003:75),sisa uang perjalanan dinas yang sudah menjadi hak saudara adalah halal selama sumber, prosedur, alokasi, dan anggarannya benar, halal dan jelas sebab saudara telah melakukan penghematan selama perjalanan dan menjadi hak saudara untuk memiliki dari surplus tersebut untuk di tabung. Dalam hal ini, kapanpun uang yang dalam bentuk valas(mata uang asing) tersebut ditukarkan, baik karena kebutuhan atau karena nilai tukarnya tinggi adalah tidak menjadi masalah, seperti seseorang yang memiliki emas tidak ada ketentuan syariah yang mengharuskan kapan menjual atau tetap menyimpannya. Sebab, saudara tidak berspekulasi disini melainkan menyesuaikan harga pasar yang pas dengan aset yang saudara miliki dan gak individu atas hartanya di lindungi dalam Islam(hifzhhul maal) dan tidak boleh dirugikan(ladharara wa laa dhirar).
10.  Menurut Ash Shiddieqy dalam Raddul Mukhtar(1997:29),rukun akad adalah ijab dan qabul yaitu dinamakan shighatul aqdi/ ucapan yang menunjukan kepada kehendak kedua belah pihak. Shighatul aqdi ini memerlukan 3 syarat:
a.       Harus terang pengertiannya.
b.      Harus bersesuaian antara ijab dan qabul.
c.       Memperlihatkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan.

B.     Analisis
1.      Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’,al-Tijarahdan al-Mubadalah,sebagaimana Allah SWT,berfirman:
šcqã_ötƒZot»pgÏB`©9uqç7s?ÇËÒÈ
                 Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi (Fathir:29).
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut.
a.       Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan (Suhendidalam Idris,2010:5).
b.      “Pemilikan harta benda dengan jalan tukar- menukar yang sesuai dengan aturan syara“(Nawawi,1956:130).
c.       Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola,(tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara‘.
d.      Tukar-menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (diperbolehkan).
e.       Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
f.       Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta,maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.
             Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jualbeli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara keduabelah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara‘ dan disepakati.
             Jual beli menurut ulama Malikiyah ada 2 macam, yaitu:
a.       Jual beli dalam arti umum ialah sutu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak .Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat(berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.
b.      Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dean bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,penukarannya bukan mas danbukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahuintelebih dahulu.

2.      Rukun dan Syarat Jual Beli
     Rukun jualbeli ada tiga ,yaitu:
a.       Akad(ijab kabul).
b.      Orang-orang yang berakad(penjual dan pembeli).
c.       Ma’kud alaih(objek akad).
Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli.Jual beli belumdikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab kabul menunjukkan kerelaan(keridhaan). Pada dasarnya ijab kabul dilakukan dengan lisan,tetapi kalau tidak mungkin,misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
Rasullah SAW bersabda:sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling merelakan“(Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majjah). Jual beli yang menjadi kebiasaan,misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul,ini adalah pendapat jumhur.Menurut fatwa Ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecil pun harus ijab kabul, tetapi menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama Muta’akhirin Syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil dengan tidak ijab dan kabul seperti membeli sebungkus rokok.
3.       Syarat-Syarat Sah Ijab Kabul
 Syarat-syarat sah ijab kabul ialah sebagai berikut.
a.         Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
b.         Jangan diselingi dengan ata-kata lain antara ijab dan kabul.
c.         Beragama Islam, syarat ini khususuntuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beagama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam,sebab besar kemunginan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam,sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untukmerendahkan mukmin,firmanNya:
`s9urŸ@yèøgsª!$#tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9n?tãtûüÏZÏB÷sçRùQ$#¸xÎ6yÇÊÍÊÈ
          Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang  Mukmin(Al-Nisa:141).
Rukun jual beli yang ketiga ialah benda-benda atau barang yang diperjualbeliukan (ma’kud alaih).Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad ialah sebagai berikut.

1.      Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang lainnya,Rasulullah bersabda ,dari Jabir r.a:Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan arak, bangkai,babi,dan berhala“.(riwayatBukhari dan Muslim).
2.      Memberi manfaat menurut syara‘,mak dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurutSyara‘, seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.
3.      Jangan ditaklikan, yaitu dijkaitkan atau digantungkan kepada hal-hallain,seperti jika ayahku pergi,kujual motor ini kepadamu.
4.      Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini kepada Tuan selama satu tahu,maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan Syara‘.
5.      Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi.
6.      Milik sendiri, tidaklah sah menjuaal barang orang lain dengan se-izin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
7.      Diketahui(dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya,beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.
Masalah ijab dan kabul ini para ulama fiqih berbeda pendapat,diantaranya berikut ini.
1.      Menurut Ulama Syafi’iyah ijab dan kabul ialah:“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan shigat(ijab kabul) yang diucapkan“.
2.      Imam Malik berpendapat:“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja“.
3.      Pendapat ketiga ialah penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan aqad bi al-mu’athah yaitu:“Aqad bi al-mu’athah ialah mengambildan memberikan dengan tanpa perkataan(ijab dan kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai pembayaran“.
Rukun jual beli kedua ialah dua atau beberapa orang yang melakukan akad. Berikut ini orang yang melakukan akad.
1.      Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang .Misalnya, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:
Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÇÎÈ
       Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang bodoh (Al-Nisa:5).
2.      Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya orang dilarang menjual hambanya yang beragama Islam.
4.      Macam-macam Jual Beli
             Jual beli ditinjau dari segi hukumnya ada 2 macam,yaitu jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.
        Dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan oleh pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi 3 bentuk yaitu:
a.       Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli.Contoh:membeli beras di pasar.
b.      Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam(pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai(kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertenru, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
c.       Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau barangnya masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.Menurut Muhammad Syarbini Khatib(t.t:6) bahwa penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada didalam tanah adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan ghoror,Rasulullah SAW bersabda:“Sesungguhnya Nabi SAW melarang penjualan anggur sebelum hitam dan dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras“.
       Ada jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:
1.      Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai, dan khamar,Rasulullah SAW bersabda :“Dari Jahir r.a ,sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan menjual arak, bangkai,babi, dan berhala“.(riwayat Bukhari dan Muslim).
2.      Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.Jual beli ini haram hukumnya karena Rasullah SAW bersabda:“Dari Ibnu Umar r.a,telah melarang menjual mani binatang“.(riwayat Bukhari).
3.      Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.Jual beli seperti ini dilarang,karena barangnya belum ada dan tidak nampak,dari Ibnu Umar r.a, Rasullah bersabda:telah melarang penjualan sesuatu yang masih dalam kandungan induknya“.(riwayat Bukhari dan Muslim).
4.      Jual beli dengan muhaqallah ialah menjual tanam-tanaman yang masih diladang atau di sawah. Hal ini dilarang dalm agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.
5.      Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk di panen,seperti menjal rambutan yang masih hijau.Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.
6.      Jual beli dengan mammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut.Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah stu pihak.
7.      Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata,”lemparkn kepadaku apa yang ada padamu, maka kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”.Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan kabul.    
8.      Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Hal ini dilarang  Rasulullah, dari Anas r.a, ia berkata:Rasulullah SAW melarang jual beli muhaqallah, mukhadharah, mulammassah, munabasah dan mzabanah”(riwayat Bukhari).
9.      Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. “Dari Abi Hurairah, ia berkata;Rasulullah bersabda, barangsiapa yang menjual dengan dua harga dalam satu penjualan barang maka baginya ada kerugian atau riba.”(riwayat Abu Dawud).
10.  Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam.Penjualan seperti ini dilarang, karena Rasulullah SAW bersabda:”Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti ini termasuk gharar,alias nipu”(riwayat Nasai).
              Macam jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain sebagai berikut.
1.    Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semrah-murahnya, sbelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh menjualkan orang hadir(orang di kota) barang orang dusun(baru datang)”(riwayat Bukhari dan Muslim).
2.    Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain.Rasulullah Saw.bersabda:”Tidak boleh seseorang menawar di atas tawaran saudaranya”(riwayat Bukhari dan Muslim).
3.    Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambh atau melebihi harga temennyadengan maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya. Rasulullah Saw.bersabda :”telah melarang melakukan jual beli dengn najasyi”(riwayat Bukhari dan Muslim).
4.    Menjual di atas penjualan orang lain.Rasulullah Saw bersabda:”seseorang tidak boleh menjual atas penjualan orang lain”(riwayat Bukhari dan Muslim).   
5.    Khiar dalam Jual Beli
Islam memperbolehkan memilih dalam jual beli, apakah memilih untuk meneruskan membeli atau akan membetalkannya. Hal itu dapat terjadi jika disebabkan oleh sesuatu hal.
Khiar ada tiga macam :
1.       Khiar Majelis
Yaitu antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya selama keduanya masih berada dalam satu tempat, khiar ini boleh dilakukan dalam berbagai jual beli.
Rasul Bersabda: “Penjual dan pembeli boleh khiar selama belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.      Khiar Syarat
Yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual ataupun oleh pembeli. Apabila kedua belah pihk telah terpisah dari majlis mak hilanglah hak khiyar sehingga perubahan dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi.
Rasul bersabda : “Kamu boleh khiar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (HR. Baihaqi)
3.       Khiar ‘Aibi
Yaitu jual beli yang disyaratkan kesempurnaan benda-benda yang dibeli. Bagi pembeli apabila ada cacat pada barang yang dibelinya, ia dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti barang yang baik. Mengembalikan barang yang cacat itu hendaknya dengan segera karena melalaikan hal ini berarti rela kepada barang yang cacat, kecuali sebab ada halangan.

4.      Khiyar Tadlis.
Yang dimaksud adalah palsu, atau berbohong. Si penjual berdusta kepada si pembeli melebihi daripada harga yang sebenarnya. Ini adalah perbuatan yang diharamkan, karena hadits dari Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang curang, bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim).
6.       Berselisih dalam Jual Beli
Penjual dan pembeli dalam melakukan jual beli hendaknya berlaku jujur, terus terang dan mengatakan yang sebenarnya, maka jangan berdusta dan jangan bersumpah dusta, sebab sumpah dan duta menghilangkan barokah jual beli. “Bersumpah dapat mempercepat lakunya dagangan, tetapi dapat menghilangkan berkah” (Bukhari Muslim).
Apabila antara penjual dan pembeli berselisih pendapat dalam suatu benda yang diperjual belikan, maka yang dibenarkan adalah kata-kata ang punya barang, bila diantara keduanya tak ada saksi dan bukti lainnya. “Apabila penjual dan pembeli berselisih dan antara keduanya tak ada saksi, maka yang dibenarkan adalah perkataan yang punya barang atau dibatalakan.” (HR. Abu Dawud).
Hadits ibnumajah 2177:
Jika dalam jual beli terjadi perselisihan antara kedua belah & tak ada bukti di antara keduanya padahal transaksi telah terjadi, ucapan yg dijadikan pedoman adl ucapan penjual, atau pembeli & penjual sama-sama menarik pembayaran & barangnya. Asy'ats menjawab, Aku sependapat untuk mengembalikan barang, lalu ia pun melakukannya.
7.      Badan Perantara
            Badan perantara (simsar) yaitu seseorang yang menjualkan barang orang lain atas    dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya.
“Dari Ibnu Abbas r.a, dalam perkara simsar ia berkata tidak kalau seseorang berkata juallah kain ini dengan harga sekian dari penjualan harga itu adalah untuk engkau”.
Orang yang menjadi simsar dinamakan pula komisioner, makelar, atau agen, tergantung persyaratan-persyaaratan atau ketentuan-ketentuan menurut Hukum Dagang yang berlaku dewasa ini. Walaupun namanya simsar, komisioner, dan lain-lain, namun mereka bertugas sebagai perantara dalam menjualkan barang-barang dagangan, baik atas namanya sendiri maupun atas nama perusahaan yang memiliki barang.
Berdagang secara simsar diperbolehkan berdasarkan agama asal dalam pelaksanaannya tidak terjadi penipuan dari yang satu terhadap yang lain.

8.      Lelang (Muzayadah)
Penjualan dengan cara lelang (muzayadah) diperbolehkan dalam islam, sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Dari Anas RA, Rasul SAW menjual sebuah pelana dan sebuah mangkuk air, dengan berkata : ‘Siapa yang mau membeli pelana dan mangkuk air ini?’ seorang lelaki menyahut: ‘Aku bersedia membelinya seharga satu dirham’ lalu nabi berkata lagi : ‘Siapa yang berani menambahi?’ maka dibeli dua dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki tadi.”
Lelang ada dalam Islam dan hukumnya boleh (mubah). Ibnu Abdil Barr berkata,”Sesungguhnya tidaklah haram menjual barang kepada orang yang menambah harga, demikianlah menurut kesepakatan ulama.”(innahu laa yahrumu al-bai’u mimman yaziidu ittifaaqan) (Subulus Salam,Juz III/23).


Ba’i Muzayadah atau Lelang didasarkan pada hadits berikut :
عن أنس ر ض قال باع النبي ص م حلسا و قدحا قال من يشتري هذ الحلس و القدح فقال رجل
أخذتهما بدرهم فقال النبي من يزيد فأعطا ه رجل درهمين فباعهما منه (رواه الترمذي)
Dari Anas ra, ia berkata, Rasulullah Saw menjual sebuah pelana. Dan sebuah mangkok air dengan berkata, “Siapa yang mau membeli Pelana dan mangkok ini’?. Seseorang menyahut, “Aku bersedia membelinya seharga satu dirham, Lalu Nabi berkata lagi. Siapa yang berani menambahi? Maka seorang laki-laki lain bersedia membeli dua dirham, maka Nabi menjual kedua bejana itu kepadanya(H.R.Tarmizi).
 Berdasarkan hadits tersebut, maka jual beli lelang dibolehkan dalam Islam asalkan dilaksanakan dengan transparan, baik lelang terbuka maupun tertutup
Lelang tertutup, harga dituliskan di kertas atau dalam amplop di mana harga tersebut tidak diketahui calon pembeli lainnya.












PENUTUP
A.    Simpulan
Jual beli adalah pertukaran barang dengan barang antara penjual dan pembeli atas dasar saling  ridla satu sama lain. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat  275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
  "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
Rukun jual beli menurut jumhur ulama terdiri dari: Pihak-pihak yang berakad (al-‘aqidani), Adanya uang (harga) dan barang (ma’qud alaih), Adanya akad.
Syarat-syarat yang sah antara lain yaitu: Para pihak (penjual dan pembeli) berakal, Atas kehendak sendiri, Bukan pemboros (mubazir), Suci barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, dapat diserahkan, dapat diketahui barangnya, barang yang ditransaksikan ada di tangan, Ijab Qabul.

Jual beli dilihat dari segi sifatnya:
a.       Jual beli yang sah
b.      Jual beli yang batal
c.       Jual beli yang fasid
Khiar ada tiga macam :
a.    Khiar Majelis
b.    Khiar Syarat
c.    Khiar ‘Aibi
Apabila antara penjual dan pembeli berselisih pendapat dalam suatu benda yang diperjual belikan, maka yang dibenarkan adalah kata-kata yang punya barang, bila diantara keduanya tak ada saksi dan bukti lainnya.
Badan perantara (simsar) yaitu seseorang yang menjualkan barang orang lain atas dasar bahawa seseorang itu akan diberi upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya.
Penjualan dengan cara lelang (muzayadah) diperbolehkan dalam islam.
Buah-buahan yang sudah dijual kemudian rusak atau hilang dan yang lain-lainnya, maka kerusakan itu tanggungan penjual
Sebab-sebab dilarangnya jual beli  dapat dikembalikan kepada akad jual beli atau hal lain.
Yang berkaitan dengan tempat akad :
1.    Tidak terpenuhinya syarat wajib adanya objek akad (Jual Beli Ma’dum).
2.    Tidak terpenuhinya syarat dapat dimanfaatkannya objek jual beli tersebut secara syar’i.
3.    Tidak terpenuhinya syarat kepemilikan penuh atas objek akad oleh pihak yang menjual.
Yang berkaitan dengan komitmen terhadap akad jual beli :
1.    Karena akad yang mengandung riba.
2.    Karena akad mengandung gharar.
B.     Saran
Segala kajian tentang muamalah telah dikaji oleh para ulama agar kaum muslimin mengetahui dan menerapkannya. Sebagai generasi selanjutnya, alangkah baiknya jika kita mengetahui bahkan menguasai tentang segala bentuk kajian muamalah dalam Islam dan menerapkannya dalam kehidupan kita ditengah-tengah kondisi muamalah kita yang mayoritas masih didominasi oleh sistem-sistem sosialis dan kapit






DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul.2010.Fiqh Muamalat.Jakarta:PT.Pustaka Rizki Putra.
            Djamil, R. Abdul.1Hukum Islam: Asas-asas Hukum Islam, cet. ke-1 (Bandung:      Mandar Maju, 1992),
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, cet. ke-1 (Jakarta: Gaya Media Pramana, 2000),
Hasan, M.Ali.2004.Berbagai Macam Transaksi dalm Jual Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Hasan Ridwan, Ahmad.2004.BMT Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah.Bandung:Pustaka Bani Quraisy.
Hasbi, Ash Shiddieqi.1997.Pengantar Fiqh Mu’amalah.Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra.
Ibn Majjah, Sunan Ibn Majjah (Mesir: Isa al-Baabi al-Halabi wa Syarakauhu, t.t.), VI: 755. Hadis dari Muhammad bin Basyar dari Wahab bin Jarir.
Kuat, Ismanto.2009.Manajemen Syari’ah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Sahrani, Sahari.2011.Fikih Muamalah.Bogor:Ghalia Indonesia.
Setiawan, Budi Utomo.2003.Fiqih Aktual.Jakarta:Gema Insani.Media.
Suhendi, Hendi. 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers.
Sumitro, Warkum.1997.Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Syakir Sula, Muhammad.2004.Asuransi Syariah (Life and General).Jakarta:Gema Insani.
Wirdyaningsih, dkk.2006.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana Prenada.