PERDAGANGAN
ATAU JUAL BELI DALAM ISLAM
Diajukan untuk MemenuhiTugas
Mandiri
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen : Indrya Mulyaningsih M,Pd
AZMY HUNAINA
NIM. 14121110040
Pai D/ Tarbiyah/
Semester 1
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2012 M/1434 H
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama Islam muamalah merupakan
bagian yang mengatur tentang hubungan antara sesama manusia (hablu minannas).
Hukum asal dalam bermuamalah adalah “segala sesuatu diperbolehkan, kecuali yang
dilarang dalam Al-Qur’an dan Sunnah”. Sehingga banyak sekali bidang yang
tercakup dalam muamalah.
ماَ
أَحَلَّ اللهُ فِى كِتَابِهِ فَهُوَ حَلاَلٌ وَمَا حَرَّمَ فَهُوَ حَرَامٌ وَمَا
سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ، فَاقْبَلُوْا مِنَ اللهِ عَافِيَتَهُ، فَإِنَّ اللهَ
لمَ ْيَكُنْ لِيَنْسَى شَيْئًا. (رواه الحاكم)
Artinya: "Apa-apa yang
dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya (al-Qur'an) adalah halal, apa-apa yang
diharamkan-Nya, hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/tidak dijelaskan
hukumnya, dimaafkan. Untuk itu terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah
lupa tentang sesuatu apapun". (HR. al-Hakim)
Praktik yang paling nyata terkait
dengan ini adalah kegiatan jual beli atau bisnis. Bisnis, meskipun bertujuan
untuk mendapat keuntungan akan tetapi harus tetap melalui cara-cara yang sesuai
dengan syariah dan berorientasi untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dasar
dari jual beli adalah firman Allah surat al-baqoroh ayat 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba."
Dari dalil diatas maka
diperlukan identifikasi mengenai hal-hal apa saja yang dilarang, agar
selanjutnya dapat dihindari. Dimungkinkan juga dilakukan penambahan,
penciptaan, pengembangan namun harus melalui ijtihad berdasarkan aturan
syariah.
Dalam
Al-Qur’an Allah berfirman :
“....mereka berkata bahwa jual beli
sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (Al-Baqarah : 275)
Perdagangan adalah jual beli dengan
tujuan untuk mencari keuntungan (laba). Jual beli barang merupakan transaksi
paling kuat dalam dunia perniagaan (bisnis), bahkan secara umum adalah bagian
terpenting dalam aktivitas usaha. Jika asal jual beli adalah disyariatkan,
sesungguhnya diantara bentuk jual beli ada pula yang diharamkan dan ada juga
yang diperselisihkan hukumnya. Oleh sebab itu, menjadi satu kewajiban bagi
usahawan muslim untuk mengenal hal-hal yang menentukan sahnya usaha jual beli
tersebut, dan mengenal mana yang halal dan mana yang haram dari kegiatan itu,
sehingga betul-betul mengerti persoalan.
Dalam makalah ini, penulis akan
memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah jual beli. Untuk
pembahasan selengkapnya akan diuraikan pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian jual beli ?
2.
Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
3.
Apa syarat-syarat sah ijab kabul dalam jual beli ?
4.
Apa macam-macam jual beli ?
5.
Bagaimana Khiar dalam jual beli ?
6.
Bagaimana beraselisihdalam jual beli ?
7.
Apa yang dimaksud dengan Badan Perantara ?
8.
Apa yang dimaksud lelang ?
C. Tujuan
Dengan adanya pembahasan ini kita dapat mengetahui
bagaimana jual beli yang baik dan benar menurut islam.Adanya penjual dan
pembeli menjadikan kita saling berinteraksi sosial. Kita dapat mempraktikan
jual beli yang tidak pada riba.
PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
1.
Menurut
Sahrani(2011:65) secara istilah, yang maksud dengan jual beli adalah sebagai
berikut.
a.
Menukar barang
dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan
hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
b.
“Pemilikan harta
benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara.”
c.
“Saling tukar
harta, saling menerima, dapat dikelola(tasharruf) dengan ijab dan kabul dengan
cara yang sesuai dengan syarat.”
d.
“Tukar menukar
benda dengan benda lain dengan cara yang khusus(dibolehkan).”
e.
“Penukaran benda
dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik
dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.”
f.
“Akad yang tegas
atas dasar penukaran harta dengan harta maka jadilah penukaran hak milik secara
tetap.”
2.
Menurut Jumhur
dalam Hasan(2004:67) rukun jual beli itu ada 4 yaitu:
a.
Orang yang
berakad (penjual dan pembeli).
b.
Sighat(lafaz
ijab dan kabul).
c.
Ada barang yang
di beli.
d.
Ada nilai tukar
pengganti barang.
3.
Menurut sebagian
ulama dalam Azzam(2010:25) mendefinisikan jual beli secara syar’i sebagai akad
yang mengandung sifat menukar satu harta dengan harta yang lain dengan cara
khusus.
4.
Berkaitan dengan
persoalan halal dan haram, Yusuf al-Qardlawi(1997:43), membuat rumusan etika
perdagangan dalam Islam yang meliputi :
a.
Pada dasarnya
diperbolehkannya segalaa sesuatu.
b.
Untuk membuat
sah dan untuk melarang adalah hak Allah semata.
c.
Melarang yang
halal dan memperbolehkan yang haram sama dengan perbuatan syirik.
d.
Larangan atas
segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
e.
Apa yang halal
adalah yang diperbolehkan, yang haram adalah yang dilarang.
f.
Menganggap yang
haram sebagai halal adalah dilarang.
g.
Niat yang baik
tudak membuat sesuatu yang haram bisa diterima.
h.
Hal-hal yang
meragukan sebaiknya di hindari.
i.
Yang haram
terlarang bag siapapun.
j.
Keharusan
menentukan adanya pengecualian.
5.
Jual beli adalah
prinsip saling menukar harta secara tetap diantara kedua belah pihak dengan
memenuhi ketentuan-ketentuan yang dibenarkan syara’Hasan Ridwan( 2004:17).
6.
Menurut Az-Zarqa
dalam Syakir Sula(2004:39) menyatakan bahwa dalam pandangan syara’, suatu akad
merupakan ikatan secara hukum yanng dilakukan oleh dua orang atau beberapa
pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri.
Misal:Akad jual beli, jika pernyataan untuk
melakukan jual-beli datangnya dari pnjual, maka penjual disebut mujib sedangkan
pembeli disebut dengan qabil.Pernyataan ijab tidak selalu datang dari pembeli, melainkan
boleh juga dari penjual.
7.
Menurut Sumitro
(1997:82) ,sistem jual beli dan marjin keuntungan merupakan suatu sistem yang
menerapkan tata cara jual beli, dimana pihak bank akan membeli terlebih dahulu
barang yang dibutuhkan atau mengangkut nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian-pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan harga beli ditrambah keuntungan. Jasa-jasa yang
berdasarkan konsep dasar ini adalah mudharabahdan al-bai’ubithaman ajil.
8.
Menurut
Wirdyaningsih(2006:16),dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an yakni
QS.Al-Baqarah(2):275 dan surat An-Nisa(4):29.
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't
(#4qt/Ìh9$#
w
tbqãBqà)t
wÎ)
$yJx.
ãPqà)t
Ï%©!$#
çmäܬ6ytFt
ß`»sÜø¤±9$#
z`ÏB
Äb§yJø9$#
4 y7Ï9ºs
öNßg¯Rr'Î/
(#þqä9$s%
$yJ¯RÎ)
ßìøt7ø9$#
ã@÷WÏB
(#4qt/Ìh9$#
3 ¨@ymr&ur
ª!$#
yìøt7ø9$#
tP§ymur
(#4qt/Ìh9$#
4 `yJsù
¼çnuä!%y`
×psàÏãöqtB
`ÏiB
¾ÏmÎn/§
4ygtFR$$sù
¼ã&s#sù
$tB
y#n=y
ÿ¼çnãøBr&ur
n<Î)
«!$#
( ïÆtBur
y$tã
y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
( öNèd
$pkÏù
crà$Î#»yz
ÇËÐÎÈ
“Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka
sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu
dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya
didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang atau jasa.
9.
Menurut
Setiawan(2003:75),sisa uang perjalanan dinas yang sudah menjadi hak saudara
adalah halal selama sumber, prosedur, alokasi, dan anggarannya benar, halal dan
jelas sebab saudara telah melakukan penghematan selama perjalanan dan menjadi
hak saudara untuk memiliki dari surplus tersebut untuk di tabung. Dalam hal
ini, kapanpun uang yang dalam bentuk valas(mata uang asing) tersebut
ditukarkan, baik karena kebutuhan atau karena nilai tukarnya tinggi adalah
tidak menjadi masalah, seperti seseorang yang memiliki emas tidak ada ketentuan
syariah yang mengharuskan kapan menjual atau tetap menyimpannya. Sebab, saudara
tidak berspekulasi disini melainkan menyesuaikan harga pasar yang pas dengan
aset yang saudara miliki dan gak individu atas hartanya di lindungi dalam
Islam(hifzhhul maal) dan tidak boleh dirugikan(ladharara wa laa dhirar).
10.
Menurut Ash
Shiddieqy dalam Raddul Mukhtar(1997:29),rukun akad adalah ijab dan qabul yaitu
dinamakan shighatul aqdi/ ucapan yang menunjukan kepada kehendak kedua belah
pihak. Shighatul aqdi ini memerlukan 3 syarat:
a.
Harus terang
pengertiannya.
b.
Harus
bersesuaian antara ijab dan qabul.
c.
Memperlihatkan
kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan.
B.
Analisis
1.
Pengertian
Jual
Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’,al-Tijarahdan al-Mubadalah,sebagaimana
Allah SWT,berfirman:
cqã_ötZot»pgÏB`©9uqç7s?ÇËÒÈ
Mereka
mengharapkan
tijarah
(perdagangan)
yang tidak
akan
rugi
(Fathir:29).
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud
dengan
jual
beli
adalah
sebagai
berikut.
a.
Menukar barang dengan
barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu
kepada yang lain atas dasar saling merelakan (Suhendidalam Idris,2010:5).
b. “Pemilikan harta
benda dengan jalan tukar- menukar yang sesuai dengan aturan
syara“(Nawawi,1956:130).
c. Saling tukar
harta, saling menerima, dapat dikelola,(tasharruf) dengan ijab dan qabul,
dengan cara yang sesuai dengan syara‘.
d. Tukar-menukar
benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (diperbolehkan).
e. Penukaran benda
dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik
dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
f. Aqad yang tegak
atas dasar penukaran harta dengan harta,maka jadilah penukaran hak milik secara
tetap.
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jualbeli ialah
suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela diantara keduabelah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak
lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
Syara‘ dan disepakati.
Jual beli menurut ulama Malikiyah ada 2 macam, yaitu:
a. Jual beli dalam
arti umum ialah sutu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan.Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak .Tukar-menukar
yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan
oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat
ialah bahwa benda yang
ditukarkan adalah dzat(berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi
bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.
b. Jual beli dalam
arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dean
bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,penukarannya bukan mas danbukan
pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan),
tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak,
barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahuintelebih dahulu.
2.
Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun
jualbeli ada tiga ,yaitu:
a. Akad(ijab
kabul).
b. Orang-orang yang
berakad(penjual dan pembeli).
c. Ma’kud
alaih(objek akad).
Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli.Jual
beli belumdikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab kabul
menunjukkan kerelaan(keridhaan). Pada dasarnya ijab kabul dilakukan dengan
lisan,tetapi kalau tidak mungkin,misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab
kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.
Rasullah SAW bersabda:sesungguhnya jual beli hanya sah
dengan saling merelakan“(Riwayat Ibn Hibban dan Ibn Majjah). Jual beli yang
menjadi kebiasaan,misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari
tidak disyaratkan ijab dan kabul,ini adalah pendapat jumhur.Menurut fatwa Ulama
Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecil pun harus ijab kabul, tetapi
menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama Muta’akhirin Syafi’iyah berpendirian bahwa
boleh jual beli barang-barang yang kecil dengan tidak ijab dan kabul seperti
membeli sebungkus rokok.
3.
Syarat-Syarat Sah Ijab Kabul
Syarat-syarat
sah ijab kabul ialah sebagai berikut.
a.
Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja
setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya.
b.
Jangan diselingi dengan ata-kata lain antara ijab dan
kabul.
c.
Beragama Islam, syarat ini khususuntuk pembeli saja
dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang
beagama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam,sebab besar kemunginan
pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama Islam,sedangkan Allah
melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untukmerendahkan
mukmin,firmanNya:
`s9ur@yèøgsª!$#tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9n?tãtûüÏZÏB÷sçRùQ$#¸xÎ6yÇÊÍÊÈ
Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang
kafir untuk menghina orang
Mukmin(Al-Nisa:141).
Rukun jual
beli yang ketiga ialah benda-benda atau barang yang diperjualbeliukan (ma’kud
alaih).Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad ialah sebagai berikut.
1. Suci atau
mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda najis seperti anjing,
babi, dan yang lainnya,Rasulullah bersabda ,dari Jabir r.a:Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan penjualan
arak, bangkai,babi,dan berhala“.(riwayatBukhari dan Muslim).
2. Memberi manfaat
menurut syara‘,mak dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurutSyara‘, seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.
3. Jangan
ditaklikan, yaitu dijkaitkan atau digantungkan kepada hal-hallain,seperti jika
ayahku pergi,kujual motor ini kepadamu.
4. Tidak dibatasi
waktunya, seperti perkataan kujual motor ini kepada Tuan selama satu tahu,maka
penjualan tersebut tidak sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab
pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan Syara‘.
5. Dapat diserahkan
dengan cepat maupun lambat tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan
tidak dapat ditangkap lagi.
6. Milik sendiri,
tidaklah sah menjuaal barang orang lain dengan se-izin pemiliknya atau
barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
7. Diketahui(dilihat),
barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya,beratnya, takarannya,
atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan
keraguan salah satu pihak.
Masalah
ijab dan kabul ini para ulama fiqih berbeda pendapat,diantaranya berikut ini.
1. Menurut Ulama
Syafi’iyah ijab dan kabul ialah:“Tidak sah akad jual beli kecuali dengan
shigat(ijab kabul) yang diucapkan“.
2. Imam Malik
berpendapat:“Bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami
saja“.
3. Pendapat ketiga
ialah penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan aqad bi al-mu’athah
yaitu:“Aqad bi al-mu’athah ialah mengambildan memberikan dengan tanpa
perkataan(ijab dan kabul), sebagaimana seseorang membeli sesuatu yang telah
diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan
uangnya sebagai pembayaran“.
Rukun jual
beli kedua ialah dua atau beberapa orang yang melakukan akad. Berikut ini orang
yang melakukan akad.
1. Baligh berakal
agar tidak mudah ditipu orang .Misalnya, anak kecil, orang gila, dan orang
bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:
wur
(#qè?÷sè?
uä!$ygxÿ¡9$#
ãNä3s9ºuqøBr&
ÇÎÈ
Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-orang
bodoh (Al-Nisa:5).
2. Beragama Islam,
syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya orang
dilarang menjual hambanya yang beragama Islam.
4.
Macam-macam Jual Beli
Jual
beli ditinjau dari segi hukumnya ada 2 macam,yaitu jual beli yang sah menurut
hukum dan batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual
beli.
Dari segi
benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan oleh pendapat Imam
Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi 3 bentuk yaitu:
a.
Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu
melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan
penjual dan pembeli.Contoh:membeli beras di pasar.
b.
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam
perjanjian ialah jual beli salam(pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang,
salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai(kontan), salam pada awalnya
berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertenru,
maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga
masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
c.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat
dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak
tentu atau barangnya masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut
diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan
kerugian salah satu pihak.Menurut Muhammad Syarbini Khatib(t.t:6) bahwa
penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada didalam tanah
adalah batal sebab hal tersebut merupakan perbuatan ghoror,Rasulullah SAW
bersabda:“Sesungguhnya Nabi SAW melarang penjualan anggur sebelum hitam dan
dilarang penjualan biji-bijian sebelum mengeras“.
Ada jual beli yang dilarang dan batal
hukumnya adalah sebagai berikut:
1.
Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti
anjing, babi, berhala, bangkai, dan khamar,Rasulullah SAW bersabda :“Dari Jahir
r.a ,sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan menjual arak,
bangkai,babi, dan berhala“.(riwayat Bukhari dan Muslim).
2.
Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan
seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.Jual beli ini
haram hukumnya karena Rasullah SAW bersabda:“Dari Ibnu Umar r.a,telah melarang
menjual mani binatang“.(riwayat Bukhari).
3.
Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut
induknya.Jual beli seperti ini dilarang,karena barangnya belum ada dan tidak
nampak,dari Ibnu Umar r.a, Rasullah bersabda:telah melarang penjualan sesuatu
yang masih dalam kandungan induknya“.(riwayat Bukhari dan Muslim).
4.
Jual beli dengan
muhaqallah ialah menjual tanam-tanaman yang masih diladang atau di sawah. Hal
ini dilarang dalm agama sebab ada persangkaan riba di dalamnya.
5.
Jual beli dengan
mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk di panen,seperti
menjal rambutan yang masih hijau.Hal ini dilarang karena barang tersebut masih
samar, dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau
yang lainnya sebelum diambil oleh si pembelinya.
6.
Jual beli dengan
mammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang
menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka
orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut.Hal ini dilarang
karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah
stu pihak.
7.
Jual beli dengan
munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang
berkata,”lemparkn kepadaku apa yang ada padamu, maka kulemparkan pula kepadamu
apa yang ada padaku”.Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada
ijab dan kabul.
8.
Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang
basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi
basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo sehingga akan merugikan pemilik padi
kering. Hal ini dilarang Rasulullah,
dari Anas r.a, ia berkata:Rasulullah SAW melarang jual beli muhaqallah,
mukhadharah, mulammassah, munabasah dan mzabanah”(riwayat Bukhari).
9.
Menentukan dua
harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. “Dari Abi Hurairah, ia
berkata;Rasulullah bersabda, barangsiapa yang menjual dengan dua harga dalam
satu penjualan barang maka baginya ada kerugian atau riba.”(riwayat Abu Dawud).
10. Jual
beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi
penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam.Penjualan seperti ini
dilarang, karena Rasulullah SAW bersabda:”Janganlah kamu membeli ikan di dalam
air, karena jual beli seperti ini termasuk gharar,alias nipu”(riwayat Nasai).
Macam jual beli yang dilarang oleh
agama, tetapi sah hukumnya, tetapi orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual
beli tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Menemui
orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk membeli benda-bendanya
dengan harga yang semrah-murahnya, sbelum mereka tahu harga pasaran, kemudian
ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.Rasulullah SAW bersabda: “Tidak
boleh menjualkan orang hadir(orang di kota) barang orang dusun(baru
datang)”(riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Menawar
barang yang sedang ditawar oleh orang lain.Rasulullah Saw.bersabda:”Tidak boleh
seseorang menawar di atas tawaran saudaranya”(riwayat Bukhari dan Muslim).
3. Jual
beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambh atau melebihi harga temennyadengan
maksud memancing-mancing orang agar orang itu mau membeli barang kawannya.
Rasulullah Saw.bersabda :”telah melarang melakukan jual beli dengn
najasyi”(riwayat Bukhari dan Muslim).
4. Menjual
di atas penjualan orang lain.Rasulullah Saw bersabda:”seseorang tidak boleh
menjual atas penjualan orang lain”(riwayat Bukhari dan Muslim).
5. Khiar dalam Jual Beli
Islam memperbolehkan memilih dalam
jual beli, apakah memilih untuk meneruskan membeli atau akan membetalkannya.
Hal itu dapat terjadi jika disebabkan oleh sesuatu hal.
Khiar ada tiga macam :
1.
Khiar Majelis
Yaitu antara penjual dan pembeli
boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya selama keduanya
masih berada dalam satu tempat, khiar ini boleh dilakukan dalam berbagai jual
beli.
Rasul Bersabda: “Penjual dan
pembeli boleh khiar selama belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim)
2.
Khiar Syarat
Yaitu penjualan yang di dalamnya
disyaratkan sesuatu baik oleh penjual ataupun oleh pembeli. Apabila kedua belah
pihk telah terpisah dari majlis mak hilanglah hak khiyar sehingga perubahan
dalam jual beli itu tidak bisa dilakukan lagi.
Rasul bersabda : “Kamu boleh khiar
pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (HR. Baihaqi)
3.
Khiar ‘Aibi
Yaitu jual beli yang disyaratkan
kesempurnaan benda-benda yang dibeli. Bagi pembeli apabila ada cacat pada
barang yang dibelinya, ia dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta
ganti barang yang baik. Mengembalikan barang yang cacat itu hendaknya dengan
segera karena melalaikan hal ini berarti rela kepada barang yang cacat, kecuali
sebab ada halangan.
4.
Khiyar Tadlis.
Yang dimaksud adalah palsu, atau
berbohong. Si penjual berdusta kepada si pembeli melebihi daripada harga yang
sebenarnya. Ini adalah perbuatan yang diharamkan, karena hadits dari Rasulullah
SAW, “Barangsiapa yang curang, bukan bagian dari kami.” (HR. Muslim).
6. Berselisih dalam Jual Beli
Penjual dan pembeli dalam melakukan
jual beli hendaknya berlaku jujur, terus terang dan mengatakan yang sebenarnya,
maka jangan berdusta dan jangan bersumpah dusta, sebab sumpah dan duta
menghilangkan barokah jual beli. “Bersumpah dapat mempercepat lakunya dagangan,
tetapi dapat menghilangkan berkah” (Bukhari Muslim).
Apabila antara penjual dan pembeli
berselisih pendapat dalam suatu benda yang diperjual belikan, maka yang dibenarkan
adalah kata-kata ang punya barang, bila diantara keduanya tak ada saksi dan
bukti lainnya. “Apabila penjual dan pembeli berselisih dan antara keduanya tak
ada saksi, maka yang dibenarkan adalah perkataan yang punya barang atau
dibatalakan.” (HR. Abu Dawud).
Hadits ibnumajah 2177:
Jika dalam jual beli
terjadi perselisihan antara kedua belah & tak ada bukti di antara keduanya
padahal transaksi telah terjadi, ucapan yg dijadikan pedoman adl ucapan
penjual, atau pembeli & penjual sama-sama menarik pembayaran &
barangnya. Asy'ats menjawab, Aku sependapat untuk mengembalikan barang, lalu ia
pun melakukannya.
7.
Badan Perantara
Badan perantara (simsar) yaitu
seseorang yang menjualkan barang orang lain atas dasar bahwa seseorang itu akan diberi upah
oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya.
“Dari Ibnu Abbas r.a, dalam perkara
simsar ia berkata tidak kalau seseorang berkata juallah kain ini dengan harga
sekian dari penjualan harga itu adalah untuk engkau”.
Orang yang
menjadi simsar dinamakan pula komisioner, makelar, atau agen, tergantung
persyaratan-persyaaratan atau ketentuan-ketentuan menurut Hukum Dagang yang
berlaku dewasa ini. Walaupun namanya simsar, komisioner, dan lain-lain, namun
mereka bertugas sebagai perantara dalam menjualkan barang-barang dagangan, baik
atas namanya sendiri maupun atas nama perusahaan yang memiliki barang.
Berdagang
secara simsar diperbolehkan berdasarkan agama asal dalam pelaksanaannya tidak
terjadi penipuan dari yang satu terhadap yang lain.
8.
Lelang (Muzayadah)
Penjualan
dengan cara lelang (muzayadah) diperbolehkan dalam islam, sesuai hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi, “Dari Anas RA, Rasul SAW menjual sebuah pelana dan
sebuah mangkuk air, dengan berkata : ‘Siapa yang mau membeli pelana dan mangkuk
air ini?’ seorang lelaki menyahut: ‘Aku bersedia membelinya seharga satu
dirham’ lalu nabi berkata lagi : ‘Siapa yang berani menambahi?’ maka dibeli dua
dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda itu
kepada laki-laki tadi.”
Lelang ada dalam Islam dan hukumnya boleh (mubah).
Ibnu Abdil Barr berkata,”Sesungguhnya tidaklah haram menjual barang kepada
orang yang menambah harga, demikianlah menurut kesepakatan ulama.”(innahu laa yahrumu al-bai’u
mimman yaziidu ittifaaqan) (Subulus Salam,Juz III/23).
Ba’i Muzayadah atau Lelang didasarkan
pada hadits berikut :
عن أنس
ر ض قال
باع النبي ص م حلسا و قدحا قال من يشتري هذ الحلس و القدح فقال رجل
أخذتهما
بدرهم فقال
النبي من يزيد فأعطا ه رجل درهمين فباعهما منه (رواه الترمذي)
Dari Anas ra, ia berkata, Rasulullah Saw
menjual sebuah pelana. Dan sebuah mangkok air dengan berkata, “Siapa yang mau membeli Pelana dan mangkok ini’?. Seseorang menyahut, “Aku bersedia
membelinya seharga satu dirham, Lalu
Nabi berkata lagi. Siapa yang berani menambahi? Maka seorang laki-laki lain bersedia membeli dua
dirham, maka Nabi menjual kedua bejana itu kepadanya(H.R.Tarmizi).
Berdasarkan hadits
tersebut, maka jual beli lelang dibolehkan dalam Islam asalkan dilaksanakan
dengan transparan, baik lelang terbuka maupun tertutup
Lelang tertutup, harga dituliskan di
kertas atau dalam amplop di mana harga tersebut tidak diketahui calon pembeli
lainnya.
PENUTUP
A.
Simpulan
Jual beli adalah pertukaran barang
dengan barang antara penjual dan pembeli atas dasar saling ridla satu
sama lain. Allah berfirman dalam QS.
Al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
"Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba."
Rukun jual beli
menurut jumhur ulama terdiri dari: Pihak-pihak yang berakad (al-‘aqidani),
Adanya uang (harga) dan barang (ma’qud alaih), Adanya akad.
Syarat-syarat yang sah antara lain
yaitu: Para pihak (penjual dan pembeli) berakal, Atas kehendak sendiri, Bukan
pemboros (mubazir), Suci barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang
melakukan akad, dapat diserahkan, dapat diketahui barangnya, barang yang
ditransaksikan ada di tangan, Ijab Qabul.
Jual beli
dilihat dari segi sifatnya:
a.
Jual beli yang sah
b.
Jual beli yang batal
c.
Jual beli yang fasid
Khiar ada tiga macam :
a.
Khiar Majelis
b.
Khiar Syarat
c.
Khiar ‘Aibi
Apabila antara penjual dan pembeli
berselisih pendapat dalam suatu benda yang diperjual belikan, maka yang
dibenarkan adalah kata-kata yang punya barang, bila diantara keduanya tak ada
saksi dan bukti lainnya.
Badan perantara (simsar) yaitu
seseorang yang menjualkan barang orang lain atas dasar bahawa seseorang itu
akan diberi upah oleh yang punya barang sesuai dengan usahanya.
Penjualan dengan cara lelang
(muzayadah) diperbolehkan dalam islam.
Buah-buahan yang sudah dijual
kemudian rusak atau hilang dan yang lain-lainnya, maka kerusakan itu tanggungan
penjual
Sebab-sebab dilarangnya jual
beli dapat dikembalikan kepada akad jual beli atau hal lain.
Yang berkaitan dengan tempat akad :
1.
Tidak terpenuhinya syarat wajib
adanya objek akad (Jual Beli Ma’dum).
2.
Tidak terpenuhinya syarat dapat
dimanfaatkannya objek jual beli tersebut secara syar’i.
3.
Tidak terpenuhinya syarat
kepemilikan penuh atas objek akad oleh pihak yang menjual.
Yang berkaitan dengan komitmen
terhadap akad jual beli :
1. Karena akad
yang mengandung riba.
2. Karena akad
mengandung gharar.
B.
Saran
Segala kajian tentang muamalah telah
dikaji oleh para ulama agar kaum muslimin mengetahui dan menerapkannya. Sebagai
generasi selanjutnya, alangkah baiknya jika kita mengetahui bahkan menguasai
tentang segala bentuk kajian muamalah dalam Islam dan menerapkannya dalam
kehidupan kita ditengah-tengah kondisi muamalah kita yang mayoritas masih
didominasi oleh sistem-sistem sosialis dan kapit
DAFTAR PUSTAKA
Aziz,
Abdul.2010.Fiqh Muamalat.Jakarta:PT.Pustaka Rizki Putra.
Djamil, R. Abdul.1Hukum Islam:
Asas-asas Hukum Islam, cet. ke-1
(Bandung: Mandar Maju, 1992),
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah, cet. ke-1 (Jakarta: Gaya Media
Pramana, 2000),
Hasan, M.Ali.2004.Berbagai
Macam Transaksi dalm Jual Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada.
Hasan
Ridwan, Ahmad.2004.BMT Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah.Bandung:Pustaka
Bani Quraisy.
Hasbi,
Ash Shiddieqi.1997.Pengantar Fiqh Mu’amalah.Semarang:PT. Pustaka Rizki
Putra.
Islam,
Rumah http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002--al-baqarah/564-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-275.html di unduh
tanggal 7 Desember 2012,pukul 16.00
Ibn Majjah, Sunan Ibn Majjah (Mesir: Isa al-Baabi al-Halabi wa
Syarakauhu, t.t.), VI: 755. Hadis dari Muhammad bin Basyar dari Wahab bin
Jarir.
Kuat,
Ismanto.2009.Manajemen Syari’ah.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Sahrani,
Sahari.2011.Fikih Muamalah.Bogor:Ghalia Indonesia.
Setiawan,
Budi Utomo.2003.Fiqih Aktual.Jakarta:Gema Insani.Media.
Suhendi,
Hendi. 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Pers.
Sumitro,
Warkum.1997.Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait.Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada.
Syakir
Sula, Muhammad.2004.Asuransi Syariah (Life and General).Jakarta:Gema
Insani.
Wirdyaningsih,
dkk.2006.Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.Jakarta:Kencana Prenada.